Pengaruh Iklan pada Fitrah Seksualitas
Penyaji : Kelompok 4
(22 Mei 2018)
Penyaji : Kelompok 4
(22 Mei 2018)
Kenapa harus waspada terhadap iklan
?
- Iklan sangat mudah dijumpai dalam keseharian. Saat anak nonton TV, youtube baca majalah, bahkan saat jalan-jalan ke taman pun akan menjumpai iklan.
- Masih banyak iklan yang tidak sesuai umur anak-anak tetapi tidak bisa dihindari.
- Berulang-ulang sehingga akan membentuk pola pikir anak dan akhirnya mempengaruhi perkembangan dan pemahamannya akan fitrah seksualitas.
- Biasanya berdurasi pendek, hal ini sangat sesuai dengan daya konsentrasi anak sehingga mudah diingat dan ditiru
Iklan dibuat untuk menarik hati penonton agar menyetujui
dan mengingat pesan yang disampaikan. Anak-anak rentan terhadap pengaruh iklan
televisi karena kemampuan kognitif mereka yang terbatas, sehingga sangat mudah
dipersuasi. Karena itu, perlu perhatian terhadap terpaan iklan yang menimpa
anak-anak karena iklan pun merupakan tayangan yang bisa mempengaruhi perilaku
anak-anak (Billy Sarwono, Pengaruh iklan
terhadap perilaku anak)
Untuk menampilkan pesan iklan yang mampu membujuk, mampu
membangkitkan dan mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan,
maka diperlukan daya tarik bagi sasaran. Salah satu yang paling sering
digunakan adalah daya tarik seks.
Penggunaan sindiran-sindiran seksual atau tema seksual
dalam tampilan iklan sudah sangat biasa dan juga kontroversial saat ini. Banyak
iklan berdaya tarik seksual yang menuai protes dari masyarakat. Tapi perlu
diakui disini bahwa penggunaan daya tarik seks memang sangat ampuh untuk
menarik perhatian masyarakat.
Akibatnya, daya tarik seks dalam iklan yang selama ini ada,
menjadi momok bagi perkembangan fitrah seksualitas anak. Dan ini menjadi
tantangan bagi kita sebagai orang tua.
Ada 3 poin penting yang sangat mengganggu ketika iklan ini
dilihat oleh anak-anak/remaja, yaitu :
- Kalimat persuasif yang digunakan terkadang tidak sesuai dengan produk yang diiklankan
- Gambar/foto iklannya yang menggambarkan free lifestyle
- Taglinenya yang berkonotasi negatif, pilihan kata (diksi) yang bermakna konotasi negatif untuk usia dewasa.
Solusi yang
ditawarkan yaitu :
- Tidak memberikan akses pada anak sama sekali untuk menonton TV. Hal ini bisa dilakukan jika seluruh anggota keluarga sepakat dan komitmen dalam menerapkan peraturan No TV at all.
- Selalu mendampingi anak ketika menonton TV.
- Memahamkan anak tentang isi/maksud dr iklan tsb dan bahwa iklan itu tidak semua harus ditiru atau dianggap benar
Diskusi
kelas:
Pertanyaan:
Bagaimana cara menjelaskan ke anak yang baru
mengerti norma dari yg kita jelaskan agar juga tetap menghormati orang lain? Kondisinya
ibu telah membiasakan anak agar merasa malu ketika cuma memakai kaos dalam dan
celana dalam. Jadi saat panas pun anak tidak mau jika hanya memakai kaos dalam.
Suatu hari si anak melihat baliho di jalan dengan gambar laki-laki mengenakan
celana pendek bertelanjang dada dan perempuan berpakaian minim. Background
lokasi di pantai.
Si anak bilang ke ibu, “Malu ya. Itu masnya
ngga pakai baju. Apa ndak dibilangi masnya kalo malu?"
Mungkin si anak belum berpikir sejauh si ibu. Ia
meyakini yang dijelaskan ibunya adalah benar. Namun si ibu tidak ingin nantinya
si anak justru mencela atau menyalahkan didikan orang lain terhadap anaknya.
Jawaban:
Mengenai respon orang tua ketika anak mengomentari sebuah
iklan atau situasi langsung yang tidak sesuai, beri penjelasan pelan dengan
suara lirih/berbisik, tanda bahwa yang kita sampaikan sifatnya rahasia misal :
Iya nak betul, gambar itu memang
menunjukkan aurat laki-laki ya, abang tidak boleh spt itu, gambar itu iklan dan
mungkin laki-laki yang nampak pada iklan tersebut tidak tahu auratnya atau dia
memiliki perbedaan prinsip dengan kita.
Dalam situasi penanya, karena ananda masih kecil, cukup dijaga
dulu saja nilai tersebut hingga anak sudah cukup kuat dengan nilai yang
ditanamkan. Pelan-pelan dijelaskan tentang aneka perbedaan prinsip yg ada di
masyarakat. Jika nanti nilainya sudah tertanam kuat, bisa ajarkan tentang
perbedaan dan cara menyikapinya.
0 Komentar