tahap Kepompong : Jurnal 1. Hikmah SFH




Jurnal 1  :  Puasa Tahap 1 (20 – 26  Maret 2020)




Puasa tahap 1 ini, kujalani bersamaan dengan kacau balaunya jadwal harianku. Tugas reviu yang tumpang tindih,dengan jadwal kerja yang akhirnya tidak jelas. Ditambah lagi, kali ini aku tergabung dalam beberapa tim dengan pengawas tim yang berbeda, sehingga otomatis aku menghadapi teknis kerja yang juga berbeda-beda. Cukup membingungkan kepala yang cuma satu ini, hehehe. Disusul dengan adanya kebijakan SFH yang mendadak ria, tambah bingung bagiku untuk mengatur jadwal.

Bagaimana tidak membingungkan, lah yang SFH ada 3 anak dengan beda umur yang signifikan. Anak pertama kelas VIII, anak kedua kelas IV, anak ketiga PAUD, dan anak keempat bayi usia 11 bulan. Well, bisa dibayangkan betapa crowdednya jam tayang mereka. Sementara, aku pun masih harus masuk kantor karena tidak ada kebijakan untuk WFH alias work from home, plus lembur kejar tayang hingga harus pulang tengah malam dari kantor. Jadilah, aku keteteran mengatur jam tayangku bagi mereka, agar sesuai dengan jam fresh mereka untuk belajar. Karena kuakui, jam efektif mereka nggak bakalan ketemu dengan jam bebasku.

Inilah saatnya aku benar-benar belajar untuk tanggap dan cekatan. Terutama menghadapi kondisi di luar dugaan dan perencanaan yang sudah disusun sebelumnya. Aku harus bisa bergerak cepat, di samping itu juga cerdas melakukan manajemen energi.

Salah satu efek SFH, adalah bertambahnya grup Whatssapp di hp. Grup yang semula saja sudah banyak, semakin bertambah banyak dengan munculnya grup-grup kelas sekolah anak. Bersaing ketat dengan jumlah grup tim kerja dari kantor. Materi pelajaran dan tugas anak-anak di share oleh masing-masing guru melalui grup tersebut, termasuk juga pelaporan sebagai kontrol pelaksanaan tugas. Berselingan dengan kiriman tugas dari kantor. Semuanya menuntut untuk segera dibaca dan disimak lalu dilaksanakan. Wah, ibu mungil ini serasa semakin mungil, auto keblinger dengan notif WA. Hahahaha.

Plotting waktu untuk membaca WA (bukan menyimak gadget loh ya) selama ini kuatur dan kutetapkan di malam hari. Setelah semua tugas domestik selesai atau lebih tepatnya dianggap selesai dalam batasan tertentu, dan juga anak-anak sudah tidur, barulah WA kubuka. Membuka chat, menyimaknya, dan mencatat dalam buku agenda. Tujuannya untuk memudahkan pelaksanaannya esok hari. Tapi sejak tanggal 18 Maret 2020 setelah diberlakukan SFH berbarengan pula dengan pelaksanaan beberapa tugas reviu, apa yang sudah biasa menjadi tidak biasa lagi. Gak nutut deh akhirnya. Kalau tidak tertidur di tengah menyimak, ya sengaja nyerah tidur karena mata sudah terasa pedih dan kepala pening.

Akhirnya, aku pun lelah sebenar-benarnya lelah. Gampang nggak nyambung deh, karena gak bener-bener fokus. Jadi, badan mengerjakan A, tapi pikiran dipenuhi B dan C. Akibatnya, fisikku drop, jatuh sakit. Di saat yang sama, banyak kabar simpang siur berkaitan dengan wabah corona. Mentalku ikut drop pula, karena sakitku memiliki gejala yang mirip sekali dengan gejala penyakit corona. Panik tentunya, karena di rumah ada bayi dan juga ibuk yang berusia sepuh. Aku langsung menarik diri, mengisolasi diri, membanjiri badan dengan asupan makanan sehat dan juga vitamin. Hingga kemudian, di hari ke empat,  dinyatakan hanya common flu. Alhamdulillah.

Bebas dari karantina mandiri, rasa syukur tak terukur. Perlahan kembali mengatur jadwal harianku. Karena masalah utamaku adalah mengatur fokus untuk menghemat energi fisik dan batinku, maka untuk puasa tahap 1 ini, aku memutuskan untuk melakukan screening chat dan membatasi materi yang aku simak. Penghematan energi fisik dan batin kulakukan dengan membuat skala prioritas untuk mengarahkan fokus perhatianku. Memang berat rasanya ketika harus membuat pilihan dan keputusan. Beberapa kegiatan kuputuskan untuk off terlebih dahulu, otomatis kegiatan menyimak chat WA kegiatan tersebut juga ikut off. Energi fisik dan batinku kubagi rata untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang sudah kupilih masuk ke dalam skala prioritasku.

Pemilihan chat kuutamakan yang berkaitan dengan lingkaran kegiatan utamaku yaitu grup pekerjaan kantor dan grup sekolah anak. Untuk masing-masing chat telah kusiapkan agenda untuk mencatatnya. Lalu masing-masing kuatur jadwal pelaksanaannya, tentunya kusesuaikan dengan kondisi efektif masing-masing anak. Komunikasi melalui video call menjadi pilihan utama ketika aku harus berada di kantor pada saat jam efektif anak-anak untuk belajar. Meskipun itu sulit juga untuk maksimal. Bagaimana pun, tatap muka sangat berpengaruh pada proses belajar anak untuk memahami materi. Apalagi bagi si PAUD, media APE tidak bisa digerakkan dari jauh kan ya? Hehehehe....

Pemilihan chat dan jadwal menyimak kutetapkan menjadi :
1.       Grup sekolah anak pertama
Sehari tiga kali yaitu setiap pukul 09.00 WIB, 13.00 WIB, dan 19.00 WIB. Terutama untuk menyimak informasi dari wali kelas dan sekolah, karena untuk tugas-tugas dikirimkan oleh masing-masing guru ke grup khusus siswa.
2.       Grup sekolah anak kedua
Sehari tiga kali yaitu setiap pukul 08.30 WIB, 14.00 WIB, dan 19.30 WIB. Namun di sela-sela itu juga tetap menyimak grup, karena terkadang ada pengumuman tugas di luar jam tersebut.
Untuk mendownload dan mencetak lembar kerja siswa yang dikirimkan oleh guru, aku selalu mengusahakan pada sore hari menjelang pulang kantor. Jujur saja, aku masih menumpang printer kantor, karena printer di rumah belum diperbaiki.
Tetapi kalau lembar kerja dikirimkan malam hari, itu artinya, aku harus menyalinnya lalu menyajikannya ke anakku.
3.       Grup sekolah anak ketiga
Sehari tiga kali yaitu setiap pukul 09.30 WIB, 12.30 WIB, dan 22.00 WIB. Namun di sela-sela itu juga tetap menyimak grup, karena terkadang ada pengumuman tugas di luar jam tersebut. Kenapa justru untuk anak ketiga aku menjadwalkan malam hari? Karena setengah bagian materi pembelajaran, dikirimkan berupa video. Jadi perlu waktu lumayan panjang kan untuk menyimak dan mencatatnya di agenda.
4.       Grup TPQ anak kedua
Sehari tiga kali, yaitu setiap pukul 16.30 WIB untuk menyimak pemberitahuan tentang tugas. Pukul 20.00 WIB untuk mengirimkan hasil tugas berupa setoran bacaan mengaji atau bacaan hafalan dan tugas menulis. Pukul 10.00 WIB untuk menyimak koreksi dari ustadz pembimbing.
5.       Grup kantor
Untuk grup kantor, karena ada beberapa grup yang berbeda (berdasarkan tim kerjanya), akhirnya agak sulit juga untuk dijadwal kaku. Jadi kuputuskan, untuk menyimak grup pekerjaan tidak kutetapkan waktunya, tetapi kusimak di luar waktu yang sudah kukandangkan untuk menyimak chat grup WA belajar ketiga anakku.

Aku pun harus mematuhi pembatasan yang telah kutetapkan tersebut. Cukup sulit juga bagiku untuk tidak tergoda membaca chat selain yang telah kutetapkan masuk dalam lingkaran prioritas selama seminggu ke depan. Termasuk juga libur menyimak medsos lainnya seperti FB, IG dan telegram. Namun karena kondisiku saat itu benar-benar tak tertata dengan baik, akhirnya tanpa harus memaksa diri pun, puasa tahap 1 berjalan secara otomatis. Lah gimana nggak otomatis berjalan? Lah wong kerjaan sambung menyambung, sampai tengah malam pun, nggak bisa segera selesai sehingga berlanjut keesokan harinya. Bahkan kandang waktu untuk pembelajaran anak-anak pun, akhirnya kulanggar sendiri. Rapelan lah yang akhirnya terjadi.

Semua chat grup sekolah anak dan kantor, kusimak barengan di tengah malam sepulang dari kantor. Materi pembelajaran sesuai tugas dari guru, kusiapkan keesokan harinya. Pelaksanaan pembelajaraan, utaman untuk yang PAUD, kulaksanakan lusanya, dan otomatis pelaporannya pun mundur juga dari dateline yang ditentukan. Bagaimana lagi? Untuk mengejar, aku pun mengambil jalan pintas, meminta ijin pulang sejenak di tengah-tengah jam kerja. Dengan terburu-buru, pembelajaran kulakukan. Lalu hasilnya kulaporkan dalam perjalanan kembali ke kantor.

Karena kondisi fisik yang belum benar-benar fit, aku drop lagi. Panik dan cemas kembali melanda. Was-was dengan wabah corona yang kondisinya semakin viral. Kembali ikhtiar pribadi kugenjot. Asupan vitamin dan makanan bergizi kutingkatkan. Dopping suplemen berupa makanan cair kutambahkan di sela-sela jam makan.

Alhamdulillah, berbarengan dengan berakhirnya masa puasa tahap 1, selesai pula tugas reviu yang sangat menyita waktu istirahatku. Lega rasanya karena bisa kembali pulang kerja tepat waktu. Sehingga bisa mendampingi pembelajaran untuk anak ketigaku, dengan menggeser waktu efektif untuk belajarnya.

Yang kupelajari dari masa puasa tahap 1 ini, bahwa aku semakin mengenal diriku sendiri. Ternyata aku itu tipe ambisius. Banyak sekali angan dan ide berseliweran di kepalaku, dan ingin kuwujudkan semua. Karena merasa mampu, kuambil semua kesempatan yang ditawarkan. tapi aku lupa bahwa badanku juga ada batasannya. Ibarat mesin, badanku ada batasan durasi beroperasi. Perlu waktu untuk pendinginan dan juga perlu pemeliharaan untuk memastikan kondisinya tetap prima dan berfungsi dengan optimal. Jadi, mulai saat ini, aku harus mampu memilah dan memilih untuk menyusun skala prioritas.